Betapa inginnya kami
agar bangsa ini mengetahui
Bahwa mereka lebih kami
cintai dari diri kami sendiri
Kami bangga ketika jiwa
kami gugur
Sebagai penebus
kehormatan mereka
Jika memang tebusan itu
diperlukan
Atau sebagai harga bagi
tegaknya kejayaan, kemuliaan, dan cita-cita mereka.
Jika memang itu harga
yang harus dibayar
Tiada sesuatu yang
membuat kami bersikap seperti ini,
Selain rasa cinta yang
telah mengharu biru hati kami
Menguasai perasaan
kami, Memeras air mata kami
Mencabut rasa ingin
tidur dari pelupuk mata kami
Betapa berat rasa di
hati ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik negri ini,
Sementara kita hanya
sanggup menyerah pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan.
Begitu
membaca ini, entah mengapa hati saya begitu
bergetar, sesak rasanya nafas ini begitu selesai membaca curahan hati
sang pahlawan timur tengah ini. Usianya masih tergolong muda, namun begitu
besar rasa nasionalisme yang dimilikinya. Tentu tidak hanya kepada negerinya
saja, Mesir. Tapi nasionalisme dalam pikiran sang pahlawan mesir adalah seluruh bumi ini, tidak tersekat oleh
batas-batas kecil territorial.
Ketika
kita bicara mengenai pahlawan, maka sebagian besarnya adalah pemuda. Tokoh
Revolusi kita, Ir.Soekarno masih terbilang muda ketika menjabat sebagai
presiden Indonesia pertama. Para pencetus reformasi adalah kalangan mahasiswa
yang jiwanya tergerak melihat kezhaliman rezim orde baru ketika itu. Dan
sekarang, ketika negeri ini kembali terseok-seok dengan berbagai masalahnya.
Maka tibalah giliran kita untuk ambil bagian dalam rangka menjadi pahlawan itu.
Bukan, bukan agar nama-nama kita tercetak di buku sejarah kelak, bukan agar
kita kelak dijadikan idola oleh anak-cucu kita. Tapi cukuplah Allah menempatkan
kita di syurga tertinggi-Nya, berdekatan dengan Arsy-Nya.
Begitu
banyaknya problema di negeri kita ini mungkin telah membuat pesimis banyak
orang. Negeri ini seperti benang kusut yang sudah tidak dapat ditemukan lagi
cara untuk meluruskannya. Mungkin sudah tidak aneh lagi ketika ada yang berkata
“Biarlah terlambat, jam orang Indonesia kan terbuat dari karet”. Atau mungkin
sudah tidak aneh lagi dengan korupsi, baik secara besar-besaran atau
kecil-kecilan?.
Lalu
kemanakah pemuda yang `katanya` adalah penerus bangsa ini?. Ya, mereka sedang
dililit oleh berbagai pemikiran, “Ghazwul Fikr” namanya. Budaya 5F
(Film,Food,Fashion,Fun,Female) telah menggelegar di seluruh penjuru Indonesia.
Ditambah lagi dengan bobroknya sistem pendidikan Indonesia yang membuat pemuda semakin
terperosok dalam lubang kehancuran.
Dalam
pandangan saya, sebenarnya hanya ada 1 solusi untuk semua problema di negeri
ini. Dan kita sebagai pemuda, tentunya bisa mengambil peran itu. Solusi itu
adalah membangun peradaban Islam.
Ya,
hanya itu sebenarnya solusi untuk meluruskan kembali kusutnya negeri ini. Kita,
sebagai pemuda harus mulai dari diri sendiri menjadi SDM yang unggul, kemudian
kita membentuk keluarga yang ideal, membentuk masyarakat madani, dan puncaknya
menjadikan Indonesia sebagai pemimpin dunia.
Seperti
kita ketahui bersama dalam teori manajemen, bahwa SDM merupakan pilar paling
penting dalam sebuah perusahaan. Begitu pula dengan sebuah negara, SDM dengan attitude yang memukau bisa menjadi
solusi bagi permasalahan negeri ini. Ketika nilai keagamaan sudah terpatri
dalam hati, maka tawaran korupsi, rasa malas, terlambat, dan mental pecundang
akan sirna. Karena ajaran Islam sudah sempurna, hanya saja sering kali pribadi
Islamlah yang tidak menunjukan indahnya agama Islam, tersekat oleh hal-hal
kecil yang sama sekali tidak penting, sementara para musuh terus mendigdaya
bangsa ini dengan “ghazwul fikri” nya.
“Peradaban
adalah karya agung lintas generasi, Negri ini tidak bisa dibangun hanya dengan
ide satu orang, dengan keringat satu orang, dengan darah satu orang. Yang
dibutuhkan Indonesia bukanlah satu orang presiden, tapi sebuah tim impian!.
Karena itu lahirkanlah 100 Pemimpin Muda Indonesia!”.
Seperti
itulah ungkapan Bapak Mantan Wakil Ketua DPR RI, Muhammad Anis Matta tentang
peradaban.
Ya,
Negeri ini tidak akan pernah selesai permasalahannya jika hanya satu atau dua
orang yang memikirkannya. Negeri ini butuh satu generasi utuh yang memikirkan
bangsa ini !. Satu generasi itu ada yang masuk ke pemerintahan, masyarakat,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain lain.
Peradaban
terbangun melalui pendidikan, sepertinya kita tidak bisa lagi mengharapkan
sistem pendidikan sekarang yang justru kian hari kian tidak jelas arah
tujuannya. Karena itu salah satu hal yang bisa dilakukan adalah pendidikan non-formal.
Disini peran orang tua sangat sentral, karena merupakan gerbang utama para
pemuda dalam menentukan seperti apa masa depannya. Oleh karena itu, sebelum interaksi
antara anak dengan orang tua semakin berkurang, bekalilah ia dengan ilmu agama.
Akan tetapi, semakin dewasa orang tersebut, biasanya keinginan untuk belajar
ilmu agama semakin berkurang. Dan otomatis jika hal ini terus menerus terjadi,
ibadah dan akhlaknya menjadi tidak terkendali.
Satu
solusi kecil yang sudah saya jalani adalah mengikuti sebuah sistem pendidikan
informal mengenai Islam, tapi bukan Islam dalam nalar Ibadah saja, tapi Islam
yang komprehensif. Itulah mentoring, satu mentor memegang 7-12 orang murid. Karena pesertanya terbatas,
maka sudah pasti efektif. Sang mentor tidak hanya memberikan pengetahuan, tapi
juga teladan. Disana juga akan nada rasa persaudaraan yang erat, suasana
kompetisi yang positif, dan nasihat-nasihat indah yang menyadarkan kita.
Pertemuannya hanya sepekan satu kali, tapi efeknya begitu luar biasa dalam membangun
peradaban yang madani.
Seperti
disinggung di awal tadi, Peradaban yang unggul dimulai dari SDM yang unggul,
dan pembekalan agama merupakan hal terpenting dalam mencetak generasi unggul,
maka kita sebagai pemuda harus bisa membina adik-adik kita, membekali mereka
dengan pemahaman agama yang kaffah, dan
ketedalanan tanpa cela. InsyaAllah, bermula dari SDM unggul, menuju peradaban
madani, dan negara Indonesia yang mampu menggenggam dunia.
Dengan
semangat membara penuh cinta untuk membangun peradaban.
Wahyu
Nustantomo
Asrama
Beastudi Etos Putra, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar